Bank sentral dalam perekonomian memiliki peranan Bank Indonesia

KELEMBAGAAN DAN OPERASIONAL BANK INDONESIA

KELEMBAGAAN DAN OPERASIONAL BANK INDONESIA

Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia sejalan dengan perjalanan sejarah yang sudah dibahas sebelumnya (Baca Sejarah Bank Indonesia), kelembagaan Bank Indonesia juga mengalami perkembangan menyesuaikan dengan Undang-Undang yang berlaku pada masanya. Saat ini, dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2009, kedudukan Bank Indonesia selaku Bank Sentral telah dipertegas kembali.

Berdasarkan UU ini maka posisi Bank Indonesia adalah independen dalam hal menjalankan kebijakan moneter. Dengan kedudukan yang independen dalam kebijakan moneter ini, maka selaku otoritas moneter Bank Indonesia dapat melakukan tugasnya dalam merumuskan kebijakan moneter tanpa campur tangan pihak luar. Selain itu, Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan setiap bentuk campur tangan atau intervensi dari pihak manapun di luar Bank Indonesia.

Kedudukan Bank Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Berdasarkan independensi tersebut, maka sebagai lembaga negara, Bank Indonesia mempunyai kedudukan yang istimewa dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dilihat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Dalam hubungannya dengan pemerintah (Presiden), Bank Indonesia berada di luar pemerintahan. Dengan posisi ini, maka kedudukan Bank Indonesia tidak sama dengan Departemen.

Status dan kedudukan yang khusus ini diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien.

Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara adalah independen dalam melaksanakan tugas pokoknya, namun BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya. Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang.

Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK. Dalam pengelolaan keuangan negara, bahkan Bank Indonesia berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Koordinasi ini diatur dengan surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang ditandatangani tahun 2009.

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, dinyatakan bahwa Bank Indonesia adalah badan hukum. Atas dasar ini maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan peraturan yang mengikat masyarakat luas, sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Selain itu Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum diantaranya mengelola kekayaan sendiri terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tujuan dan Sasaran Bank Indonesia

Selain bersifat independen, dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, disebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Atas dasar tujuan tersebut, maka misi Bank Indonesia saat ini adalah, “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan

pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan”. Sementara visinya adalah, “menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”.

Tujuan Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. tersebut merupakan tujuan tunggal (single objective). Dengan tujuan tunggal ini, sasaran yang akan dicapai dan batasan tanggung jawab Bank Indonesia menjadi lebih jelas. Dalam Undang-Undang ini juga disebutkan bahwa kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam UU tersebut diukur dengan dua dimensi, yaitu:

  1. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi.
  2. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Dua indikator kestabilan nilai Rupiah tersebut yaitu laju inflasi dan nilai kurs, pada dasarnya dapat dicerminkan dalam satu indikator yaitu inflasi. Secara teori, nilai tukar rupiah dengan mata uang negara lain (nilai kurs) berkaitan dan berpengaruh langsung terhadap laju inflasi (Bank Indonesia, 2003), sehingga kedua indikator tersebut dapat diwakili dengan indikator laju inflasi. Dengan demikian maka Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya memiliki target tunggal (single targeting) yaitu pengendalian laju inflasi. Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia

Selain pertimbangan teori, target tunggal berupa pengendalian laju inflasi sebagai sasaran akhir dalam setiap kebijakan moneter Bank Indonesia, juga didasarkan pada beberapa hal, antara lain (Bank Indonesia, 2003):

  1. Bukti-bukti empiris menunjukkan, bahwa dalam jangka panjang, kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi inflasi dan tidak dapat mempengaruhi variabel riil, seperti pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja. pengaruh kebijakan moneter pada variabel riil, hanya terjadi dalam jangka pendek.
  2. Laju inflasi yang rendah merupakan prasyarat bagi terjadinya pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
  3. Dengan ditetapkannya inflasi sebagai sasaran tunggal, maka memperjelas sasaran yang harus dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan lebih transparan dan dapat diukur dengan mudah.

Selanjutnya implikasi atas tujuan tunggal tersebut, Bank Indonesia perlu mengarahkan kebijakannya untuk menyeimbangkan kondisi ekonomi internal, yaitu keseimbangan antara permintaan dan penawaran agregat, dan menyeimbangkan kondisi ekonomi eksternal, yaitu keseimbangan dalam neraca pembayaran.

Tugas Pokok Bank Indonesia

Dari tujuan tunggal tersebut, maka tugas pokok Bank Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2009 meliputi 3 tugas utama, yaitu:

  1. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
  2. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
  3. mengatur dan mengawasi Bank.

Selain tugas pokok tersebut, Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 juga mengatur bahwa dalam rangka menjalankan tugas Bank Indonesia tersebut:

  1. pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia;
  2. Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
  1. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia berwenang:

  1. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
  2. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara antara lain (yang termasuk tetapi tidak terbatas pada):
    • operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
    • penetapan tingkat diskonto;
    • penetapan cadangan wajib minimum;
    • pengaturan kredit atau pembiayaan.

Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah. Pelaksanaan ketentuan ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Selain itu, untuk menunjang kebijakan moneter yang dilakukan, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.

Dalam kaitannya dengan valuta asing, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang berlaku. Untuk melaksanakan kebijakan valuta asing tersebut, dalam Undang-Undang dinyatakan:

  1. Bank Indonesia mengelola cadangan devisa;
  2. dalam pengelolaan cadangan devisa Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa;
  3. dalam rangka pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri.

Selain mengelola devisa, untuk mendukung kebijakan moneter, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Pelaksanaan survey dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia. Dalam penyelenggaraan survei, setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan survey tersebut wajib merahasiakan sumber dan data individual kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang-undang. Kelembagaan dan operasional Bank Indoensia

Atas dasar ketentuan dalam UU Bank Indonesia tersebut, Bank Indonesia melakukan beberapa penyesuaian dalam melaksanakan tugasnya, antara lain:

  1. Untuk tujuan menghindari terjadinya ekspansi moneter yang berlebihan, yang memungkinkan mengakibatkan terjadinya inflasi dan kurang efektifnya kebijakan moneter, maka Bank Indonesia tidak lagi diizinkan memberikan kredit pada pemerintah, dan kredit likuiditas yang berupa kredit program. Kredit-kredit tersebut selanjutnya dialihkan pada beberapa bank yang ditunjuk. Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan yang sangat diperlukan dalam menunjang kelancaran pelaksanaan tugasnya.
  2. Dalam kaitannya dengan sistem nilai tukar dan sistem devisa, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan berdasarkan sistem nilai tukar yang berlaku (ditetapkan). Secara teori terdapat tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap, dimana kebijakan yang bisa ditempuh adalah devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing; sistem nilai tukar mengambang, dimana kebijakan yang bisa ditempuh adalah intervensi pasar; dan sistem nila tukar mengambang terkendali, dimana kebijakan yang bisa ditempuh adalah penetapan nilai tukar harian, dan penetapan leber pita intervensi. Indonesia pernah menganut ketiga sistem tersebut, dan sejak 14 Agustus 1997 Pemerintah menetapkan sistem nilai tukar yang dianut adalah sistem nilai tukar mengambang.

Selain itu, sistem nilai tukar tersebut tidak terlepas dari sistem devisa yang dianut. Secara umum terdapat tiga sistem devisa yang dapat berlaku dalam sistem ekonomi. Ketiga sistem devisa tersebut adalah, sistem devisa kontrol, sistem devisa semi kontrol, dan sistem devisa bebas. Dalam sistem devisa kontrol, setiap devisa yang diperoleh masyarakat harus diserahkan pada negara, dan penggunaannya harus seizin negara.

Sedangkan dalam sistem devisa semikontrol sebagian devisa yang diperoleh masyarakat harus diserahkan pada negara, dan penggunaannya harus seijin negara, dan sebagaian lain dapat dipergunakan masyarakat secara bebas. Sementara sistem devisa bebas berarti semua devisa yang diperoleh masyarakat dapat dipergunakan oleh masyarakat secara bebas. Saat ini, Indonesia sistem devisa yang dianut Indonesia adalah sistem devisa bebas.

  1. Tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Bank Indonesia memiliki kewenangan :

  1. melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
  2. mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya;
  3. menetapkan penggunaan alat pembayaran.

Pelaksanaan kewenangan ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Pelaksanaan ketentuan ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

Selain kliring, Bank Indonesia juga memiliki kewenangan menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Pelaksanaannya dengan Peraturan Bank Indonesia. Dalam kaitannya dengan alat pembayaran, Bank Indonesia berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang syah. Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran. Bank Indonesia juga dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama.

Dari ketentuan tersebut, maka dalam hal tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, memiliki dua kewenangan utama, yaitu kewenangan mengatur dan menyelenggarakan sistem pembayaran, dan kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran. Dalam hal mengatur dan menyelenggarakan sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang

bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu. Selain itu, Bank Indonesia berkewenangan menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank, baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing.

Sementara itu kewenangan Bank Indonesia kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran, secara umum terdapat dua jenis alat pembayaran, yaitu alat pembayaran tunai dan alat pembayaran non-tunai. Dalam kaitannya dengan alat pembayaran tunai Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran.

Sementara, dalam kaitannya dengan alat pembayaran non-tunai saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.

  1. Tugas mengatur dan mengawasi bank

Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi Bank, sesuai dengan UU Bank Indonesia, Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, dan dalam menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan, Bank Indonesia menganut prinsip kehati-hatian. Pelaksanaan kewenangan ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

Dalam hal perizinan, sesuai UU tersebut, Bank Indonesia, mempunyai kewenangan :

  1. memberikan dan mencabut izin usaha Bank;
  2. memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;
  3. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;
  4. memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Sementara itu, dalam hal pengawasan Bank oleh Bank Indonesia adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Bentuk-bentuk pengawasan itu meliputi:

  1. Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  2. Apabila diperlukan, kewajiban pelaporan ini dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari Bank.
  3. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
  4. Apabila diperlukan, pemeriksaan dapat pula dilakukan pada perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank. Bank dan pihak-pihak wajib memberikan kepada pemeriksa : keterangan dan data yang diminta; kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan hal-hal lain yang diperlukan.
  5. Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan. Bila hal demikian terjadi Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut. Apabila dari hasil pemeriksaan tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud

Dalam mengatur hubungan antar bank, Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank. Sistem informasi tersebut dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. Penyelenggaraan sistem informasi dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia

Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku. Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS).

Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati- hatian. Sedangkan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank (www.bi.go.id ).

Selanjutnya, tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia, sepanjang lembaga pengawasan belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

Ototitas Jasa Keuangan (OJK)

Saat ini, lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang disebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih dalam proses pembentukan. Namun demikian, Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia Undang-Undang tentang OJK, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, telah diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia Oleh karena itu, tugas mengatur dan mengawasi Bank oleh Bank Indonesia adalah tinggal beberapa waktu.

Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

  1. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
  2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal;
  3. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan, OJK mempunyai wewenang:

  1. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
    • perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
    • kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
  2. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
    • likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
    • laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
    • sistem informasi debitur;
    • pengujian kredit (credit testing);
    • standar akuntansi bank.
  3. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
    • manajemen risiko;
    • tata kelola bank;
    • prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;
    • pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan;
    • pemeriksaan bank.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:

  1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang;
  2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:

  1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  5. melakukan penunjukan pengelola statuter;
  6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  8. memberikan dan/atau mencabut:
    • izin usaha;
    • izin orang perseorangan;
    • efektifnya pernyataan pendaftaran;
    • surat tanda terdaftar;
    • persetujuan melakukan kegiatan usaha;
    • pengesahan;
    • persetujuan atau penetapan pembubaran;
    • penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.

Struktur Organisasi Bank Indonesia

Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia Sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Dewan Gubernur terdiri dari seorang Gubernur, Seorang Deputy Gubernur Senior, minimal 4 dan maksimal 7 Deputy Gubernur. Dalam menjalankan tugasnya, Deputy Gubernur Senior bertindak sebagai Wakil Gubernur. Bagan pada gambar 3.2 menunjukkan susunan Dewan Gubernur Bank Indonesia. Saat ini, Dewan Gubernur Bank Indonesia terdiri dari Seorang Gubernur, seorang Deputy Gubernur Senior, dan 7 orang Deputy Gubernur.

Kebijakan Keuangan dan Moneter Bank Indonesia

Kerangka operasional kebijakan moneter diawali dengan penyusunan program moneter (monetery programming), yaitu perencanaan kebijakan pengendalian jumlah uang beredar untuk mencapai sasaran akhir berupa pengendalian inflasi. Dalam program moneter ini termasuk di dalamnya adalah sasaran operasional. Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia Selanjutnya baru ditetapkan langkah-langkah dan instrumen yang akan digunakan.

Sampai saat ini, sasaran operasional Bank Indonesia masih pada uang primer. Beberapa instrumen yang digunakan, meliputi Operasi Pasar Terbuka (OPT), Fasilitas diskonto, Giro Wajib Minimum (GWM), maupun himbauan moral (moral suasion). Operasi pasar terbuka dilakukan dengan cara melakukan lelang surat-surat berharga dengan target untuk menambah atau mengurangi jumlah uang beredar.

Fasilitas diskonto merupakan fasilitas kredit dari Bank Indonesia kepada bank-bank komersial, dengan tingkat diskonto (bunga) yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Sedangkan giro wajib minimum merupakan cadangan wajib yang harus ditetapkan untuk menjaga likuiditas bank. Sementara moral suasion merupakan himbauan dari Bank Indonesia kepada bank-bank komersial untuk melakukan sesuai dengan kebijakan yang diambil Bank Indonesia.

Dari keempat instrumen tersebut, OPT merupakan instrumen utama (Bank Indonesia, 2003). OPT tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu:

  1. lelang SBI (Sertifikat Bank Indonesia);
  2. fasilitas Bank Indonesia (Fasbi);
  3. sterilisasi atau intervensi di pasar valuta asing.

Hubungan Kerja Bank Indonesia Dengan Pemerintah

Meskipun dalam menjalankan kebijakan Moneter Bank Indonesia memiliki independensi, namun dalam rangka koordinasi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, Bank Indonesia selaku Otoritas Moneter perlu menjalin hubungan kerja dengan Pemerintah selaku otoritas Fiskal. Selain itu cakupan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, sedikit banyak terkait dengan kegiatan kegiatan dan kepentingan Pemerintah. Dalam UU tersebut, hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah tercakup dalam hal:

  1. Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah.
  2. Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri.
  3. Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia.
  4. Bank Indonesia memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
  5. Dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Sebelum menerbitkan surat utang negara Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan Pemerintah.
  6. Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara kecuali di pasar sekunder. Perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder dinyatakan batal demi hukum.
  7. Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. Dalam hal Bank Indonesia melanggar perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum.

Dari cakupan hubungan tersebut, maka antara Bank Indonesia dan pemerintah perlu selalu bersinergi untuk dapat mencapai target kebijakan yang optimal. Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia

Hubungan Kerja Bank Indonesia Dengan Lembaga Keuangan Internasional

Selain melakukan bekerja sama dan bersinergi dengan Pemerintah, Bank Indonesia juga melakukan hubungan kerja dengan lembaga keuangan internasional. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, diatur bahwa Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional. Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan/atau lembaga multilateral adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota.

Beberapa hubungan kerja sama internasional yang sudah dijalin Bank Indonesia selama ini antara lain (Bank Indonesia, 2011):

  1. Keanggotaan Bank Sentral di South East Asia Central Bank (SEACEN);
  2. SEANZA (South East Asia, New Zealand, Australia);
  3. EMEAP (the Executives’ Meeting of East Asia-Pacific Central Banks);
  4. ACBF (ASEAN Central Banks Forum);
  5. BIS (Bank for International Settlement).

Kerja sama lain yang dijalin atas nama Pemerintah antara lain:

  1. ADB (The Asian Development Bank);
  2. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations);
  3. APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation);
  4. ASEM (Asia–Europe Meeting);
  5. IDB (Islamic Development Bank;
  6. CGI (Consultative Group on Indonesia);
  7. Keanggotaan dalam IMF(International Monetary Fund);
  8. World Bank (WB);
  9. IDA (International Development Association);
  10. IFC (International Finance Corporation);
  11. MIGA (Multilateral Investment Guarantee Agency);
  12. WTO (World Trade Organizations);
  13. G20 (Kelompok 20 ekonomi utama).

Demikianlah artikel tentang Kelembagaan dan operasional Bank Indonesia

Referensi:

Murti Lestari. 2015. Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank. Penerbit Universitas Terbuka: Tanggerang Selatan. Hal 2.55

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Releated